Maksimalkan Subsidi Pertanian
Dalam
sebuah pernyataan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di radio Elshinta
akhir tahun 2012 yang lalu. Ketika itu sang presiden ditanyai tentang subsidi
Bahan Bakar Minyak (BBM). Dan beliau pun menjawab “Ketika subsidi Bahan Bakar
Minyak (BBM) dihapus, maka harga-harga kebutuhan yang lainnya akan naik. Dan
hal itu sangat mencekik rakyat. Pernyataan ini tentulah sangat dangkal.
Seolah-olah beban rakyat hanya terfokus pada trasnportasi saja. Ya, memang
dengan harga BBM yang naik, tentu beban transportasi akan naik. Namun, beban
hidup dapat ditekan dengan menghilangkan belanja kesehatan, memberikan biaya
pendidikan gratis bagi para siswa yang tidak mampu dan berprestasi, memberikan
transportasi public yang murah dan nyaman, serta mematok harga-harga pertanian
yang tidak mencekik rakyat kecil.
Di
Negara berkembang lainnya seperti Thailand, mereka tidak mengandalkan dari
subsidi BBM. Bahkan harga bahan bakar minyak, seperti premium dan solar di
Negara tersebut mencapai lebih dari 10.000 rupiah per liter. Tetapi, rakyat
Thailand tidak protes dengan kebijakan tersebut, karena pemerintah Thailand membayari
iuran asuransi kesehatan bagi pekerja informal. Bahkan di Negara tersebut, para
petani maupun koperasi petani diberikan pinjaman tanpa bunga oleh pemerintah
untuk membeli traktor, bibit unggul, dan kebutuhan pertanian lainnya. Sehingga
produk-produk pertanian Thailand membanjiri pasar dunia, termasuk di Negara
kita. Tampaknya, kita perlu belajar dari Negeri Gajah Putih tersebut. Apalagi
Negara kita adalah Negara agraris dimana sektor utama dari Negara tersebut
adalah sector pertanian. Dengan Negara yang memiliki tanah lebih subur, lebih
luas wilayahnya, dan lebih banyak penduduknya, seharusnya kita bisa memiliki
produk pertanian yang lebih bermutu dan berkualitas dibandingkan dengan Negeri
Gajah Putih tersebut. Dan jika saja subsidi BBM yang diterapkan oleh pemerintah
diganti dengan subsidi beras, mungkin produk pertanian kita bisa membanjiri
pasar dunia. Dan Negara kita bisa menjadi eksportir bahan makanan. Bisa jadi,
Negara kita mungkin akan menjadi Negara “swasembada pangan” seperti yang
dilakukan pada zaman Soeharto dulu. Wallohu
a’lam bis showab.
Muhammad
Dwi Ari Purwa
Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
IAIN Walisongo Semarang angkatan 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar