1.
Latar
Belakang
Teori-teori atau
pengetahuan yang terorganisir dari suatu bidang yang dikembangkan oleh
hasil-hasil dari akademisi-akademisi sebelumnya memberikan sebuah titik awal
untuk memahami bidang apa pun. Istilah teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah
teori tunggal atau dapat digunakan untuk menandakan kolektif yang ditemukan
dalam seluruh kesatuan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi.
Teori-teori yang disertakan disini, berbeda dalam bagaimana mereka dihasilkan,
jenis penelitian yang digunakan, cara mereka dipresentasikan, dan aspek
komunikasi yang ingin disampaikan. Perbedaan ini hadir sebagai sumber yang kaya
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam tentang
pengalaman komunikasi.
Semua teori merupakan
abstraksi. Mereka selalu mengurangi pengalaman menjadi sebuah bentuk
kategori-kategori dan sebagai hasilnya selalu meninggalkan sesuatu. Sebuah
teori memfokuskan perhatian kita pada sesuatu, pola hubungan variable, dan
mengabaikan yang lainnya. Kebenaran mutlak ini penting karena mengungkapkan
kekurangan dasar dari teori apa pun. Tidak ada teori yang akan mengungkapkan
semua “kebenaran” atau mampu untuk benar-benar menyampaikan subjek atau
penelitiannya. Teori-teori berfungsi sebagai panduan yang membantu kita memahami,
mengartikan, menilai dan menyampaikan.
Teori-teori juga
merupakan susunan. Teori-teori diciptakan oleh manusia, bukan diturunkan oleh
Tuhan. Ketika para akademisi menguji sesuatu yang ada di dunia, mereka membuat
pilihan mengenai bagaimana mengelompokkan apa yang mereka amati, bagaimana
menyebut konsep yang mereka fokuskan, seberapa luas luas atau sempitnya, focus
mereka, dan sebagainya. Jadi teori-teori merepresentasikan beragam cara para
pengamat melihat lingkungan sekitar mereka lebih dari kenyataan yang dapat
mereka tangkap.[1]
2.
Permasalahan
Beberapa
permasalahan
yang akan dikajai pada laporan ini, adalah :
1.
Teori Penetrasi Sosial
2.
Kritik Teori Penetrasi Sosial
3.
Contoh Kasus tentang Teori Penetrasi
Sosial
3.
Pembahasan
1.
Teori Penetrasi Sosial
Penetrasi Sosial hadir
untuk mengidentifikasi proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam
sebuah hubungan serta menghasilkan sebuah teori formatif dalam sejarah teori
tentang hubungan. Didorong oleh karya Irwin Altman dan Dalmas Taylor, teori
penetrasi social menggerakkan sebuah tradisi lama dalam pengembangan hubungan.[2]
Asumsi-asumsi Teori Penetrasi Sosial
1. Hubungan-hubungan mengalami
kemajuan dari tidak intim menjadi intim.
2. Secara umum, perkembangan
hubungan sistematis dan dapat diprediksi.
3. Perkembangan hubungan mencakup
depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi.
4. Pembukaan diri (self-disclosure)
adalah inti dari perkembangan hubungan.[3]
Altman
dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu
hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita
akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu
melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial to intimate
levels of exchange as a function of both immediate and forecast outcomes.”
Altman
dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan
kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan
lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.
Lapisan
kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik,
apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak
ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam
lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan
kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya
hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya.
Dan
lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di
dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum
terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat
oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang
terdekat manapun. Akan tetapi lapisan ini adalah yang paling berdampak atau
paling berperan dalam kehidupan seseorang.[4]
Dalam perspektif teori penetrasi sosial,
Altman dan Taylor menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
1) Kita lebih sering dan lebih cepat akrab
dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah
membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita
kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat
pribadi dan personal.
2) Keterbukaan-diri (self disclosure)
bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal dalam suatu
hubungan.
3) Penetrasi akan cepat di awal akan tetapi
akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam.
Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu
proses yang panjang.
4) Depenetrasi adalah proses yang bertahap
dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan
lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini
tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat
bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.[5]
Teori asli Altman dan
Taylor didasarkan pada salah satu gagasan yang paling terkenal dalam tradisi
sosio-psikologis, masalah ekonomi yang mengondisikan manusia membuat keputusan
berdasarkan biaya dan manfaat. Dengan kata lain, jika sesuatu menjadi sangat
mahal, Anda akan berpikir dua kali sebelum melakukannya. Jika hasilnya dapat
sangat bermanfaat, Anda dapat melanjutkannya, walaupun biayanya besar. Setiap
keputusan merupakan keseimbangan antara biaya dan manfaat. Ketika kita
menerapkan prinsip ini pada manusia, kita melihat pada sebuah proses yang
disebut pertukaran social (social
exchange).
Dalam teori pertukaran
social, interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi. Anda mencoba untuk
memaksimalkan manfaat dan memperkecil biaya. Diterapkan pada penetrasi social,
Anda akan menyingkap informasi tentang diri Anda ketika rasio biaya manfaatnya
sesuai bagi Anda. Menurut Altman dan Taylor, rekan dalam berhubungan tidak
hanya menilai manfaat dan biaya dari hubungan tersebut pada saat tertentu,
tetapi juga menggunakan informasi yang ada pada mereka untuk memperkirakan
manfaat dan biaya di masa yang akan datang. Selama manfaat lebih besar dari
biayanya, pasangan tersebut akan semakin dekat dengan lebih banyak berbagi dan lebih
banyak informasi pribadi.[6]
2.
Kritik Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kritik terhadap pemikiran Teori Penetrasi Sosial
(Altman & Taylor) adalah adanya keraguan apakah setiap orang senantiasa
berorientasi ekonomi. Analisa kritik ini dimulai dengan mengulas mengenai teori
penetrasi sosial. Teori ini bermula dari teori pertukaran sosial yang
menyatakan segala bentuk relasi sosial manusia berdasarkan pada bentuk-bentuk
pertukaran di antara para pelaku interaksi sosial tersebut. Selanjutnya teori
ini diterapkan dalam bentuk komunikasi interpersonal, dimana dasar melakukan
komunikasi karena adanya prinsip transaksi antar pelaku komunikasi.
Seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial
ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs analysis). Dalam hal
prinsip untung rugi ini, pandangan ini menganggap seolah-olah setiap manusia
senantiasa berorientasi ekonomi. Hal ini mungkin saja bisa terjadi pada
masyarakat modern yang cenderung liberal dan kapitalistis. Dimana hal ini
kurang dapat berkembang di Indonesia, yang memiliki corak budaya feodalisme
yang kental, sosialisme gotong royong yang sangat kuat, dimana bentuk hubungan bukan
saja ditentukan oleh prinsip untung rugi, namun juga patronisasi status sosial
setiap orang dan budaya ramah tamah yang tidak hanya merujuk pada prinsip
untung rugi namun juga kecenderungan untuk berbasa-basi sebagai bentuk hubungan
rutin bertetangga dan bermasyarakat.
Dalam kaitanya dengan karakteristik masyarakat dan budaya
Indonesia, menurut Ferdinand Tonnies (dalam Sztompka, Piotr, 2005) kita
mengenal Paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gessellschaft)
sebagai bentuk organisasi sosial. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama
di mana anggota-anggota diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat
alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan
rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut bersifat
nyata dan organis sebagaiman dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau
hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga,
kelompok kerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya. Suatu paguyuban
mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut:
1)
Gemeinschaft by blood,
yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah
atau keturunan. Didalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama
makin menipis, contoh : Kekerabatan, masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat
di DI. Yogyakarta, Solo, dan sebagainya.
2. Gemeinschaft of placo (locality),
yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal
yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong,
contoh : RT dan RW.
3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang
mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama, seperti agama.
Sedangkan Patembayan
merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek
bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat
mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk patembayan
terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal
balik misalnya ikatan antarpedagang, organisasi pegawai dalam suatu pabrik atau
industri. Bentuk organisasi sosial ini adalah yang paling cocok untuk
menjelaskan penerapan teori penetrasi sosial, dimana hubungan timbal balik,
percampuran berbagai kepentingan pribadi atau kelompok sangat mendasari
terbentuknya hubungan.
Dalam konteks
karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia, kritik atas Teori Penetrasi
sosial dapat di jelaskan oleh bentuk masyarakat Paguyuban, dimana hubungan
terbentuk dari sesuatu hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal.
Dimana ikatan darah dan keturunan, kekerabatan kedaerahan, rasa gotong royong
dalam bertetangga serta kedekatan karena kesamaan agama dan kepercayaan, lebih
emndasari terbentuknya hubungan daripada hanya sekedar prinsip untung rugi
dalam teori penetrasi sosial ini.[7]
3.
Contoh Kasus tentang Teori Penetrasi Sosial
Putri
dan Fitri adalah sepasang sahabat yang berkenalan di bangku SMA. Mereka awalnya
adalah dua orang yang saling tak mengenal dan hanya mengenal nama. Kedekatan
mereka dimulai sejak mereka sama-sama tergabung dalam satu ekstrakurikuler
sekolah yang sama. Terlebih mereka teman satu kelas di sebuah bimbingan
belajar.
“hai
put.. mau kemana? Nanti kamu bimbingan?” Tanya fitri saat mereka berpapasan di
koridor sekolah.
“hai
fit.. mau ke kantin. Iya, nanti aku bimbingan. Kamu juga kan?” putri balik
bertanya
“iya,
bimbingan. Kamu kok sendirian?” Tanya fitri
“iya,soalnya
dikelas cuma aku yang ambil bimbingan hari ini. Kalau mau pulang ke rumah,
rumah aku jauh dari sini. Jadi aku nunggu disini aja. Kamu mau kemana?” ujar
putrid
“tadi
sih mau langsung ke bimbel, tapi karena kamu mau ke kantin, kebetulan aku juga
mau makan, bareng aja yuk.. setelah itu kita sama-sama ke bimbel. Gimana?”
fitri menawarkan diri menemani Putri.
“ok..”
jawab putri menerima tawaran fitri.
Sejak
saat itu fitri dan putri sering bersama-sama. Terlebih mereka mempunyai hobi
yang sama. Mereka sama-sama menyukai renang. Mereka merasa cocok satu sama
lain. Terlebih mereka punya tujuan universitas yang sama kelak.
“kamu
nanti mau masuk Perguruan Tinggi Negeri mana put?” Tanya fitri disela-sela
diskusi mereka.
“aku
ingin masuk Ilmu Komunikasi Unpad put. Kalau kamu?”
“waahh..aku
juga ingin masuk Unpad, tetapi bukan Ilmu Komunikasi, tapi psikologi.” Ujar
fitri.
“asikk
dong, berarti nanti kita satu kos yaa..” ucap putri
“pastiiiiiiiii..”
jawab fitri diikuti gelak tawa mereka berdua
Fitri
dan putri sama-sama memeliki selera humor yang baik. Semakin hari mereka merasa
semakin banyak kecocokan dalam diri mereka dan sudah mengetahui
kebiasaan-kebiasaan buruk satu sama lain. Seperti sifat Fitri yang pelupa dan
sifat putri yang moody. Fitri senang punya sahabat seperti putrid, ditambah
putrid adalah anak yang pintar dan enak bila diajak berdiskusi dan bertukar
pikiran.
Sampai
akhirnya persahabatan mereka terpisah karena Putri lulus di Unpad, dan Fitri
lulus di USU. Fitri merasa bahwa kelak persahabatannya dan Putri akan renggang
karena jarak. Tapi 1 tahun berjalan, kedekatan mereka masih berjalan baik,
mereka masih tetap menjaga komunikasi. Baik lewat telfon, sms, maupun social
media yang ada. Mereka sering curhat tentang kuliah, teman-teman baru dikampus,
maupun tentang pria yang mereka sukai.
Tetapi
lama kelamaan komunikasi mereka mulai renggang. Putri yang mulai sibuk dengan
teman baru dan kesibukannya mulai susah dihubungi, ditambah fitri yang sudah
memiliki pacar. Saat liburan semester 4 tiba, Putri pulang dengan membawa kabar
buruk. IP yang telah dipertahankan Putri selama 4 semester turun dari 4,00
menjadi 3,10.
“aku
sebelll fiit…. Sediihhhhh… IP aku turun..” curhat Putri saat mereka sedang
makan di sebuah Café.
“menurut
aku put, itu karena kamu sering main-main. Coba lihat kamu yang sekarang, lebih
foya-foya, hang out sana-sini, sampai-sampai kamu pulang jam 2 pagi” kritik
fitri blak-blakkan terhadap putri.
“aku
tak selalu pulang pagi seperti itu fit, baru kali itu saja aku pulang sepagi
itu. Dan aku juga butuh refreshing disela-sela tumpukan tugasku fit.” Putri
membela diri
“kamu
boleh refreshing put, tapi tidak selalu, kamu harus bisa mengatur waktu antara
bermain dan belajar. Kamu seharusnya ngerti mana yang
lebih diprioritaskan. Sekarang kita masuk semester 5, sudah saatnya focus
sama skripsi.” Fitri mencoba member penjelasan.
“kamu
enak fit, punya pacar, ada teman jalan, teman yang nemenin kemana-mana, lah aku
disana sendiri, Cuma mereka yang aku punya. Kapan sih aku bisa punya pacar?”
keluh putri. Putri memang selalu mengeluh karena ia tak memiliki pacar, dan
betapa inginnya ia mempunyai seorang pacar.
“put,
pacaran bukan segalanya, gak punya pacar bukan berarti kamu gak bisa sukses.
Kamu focus kekuliah aja, jodoh nanti bakalan dating sendiri.” Fitri kembali
menjelaskan
“kamu
belum ngerasai aja gimana rasanya hidup dikota orang sendirian dan gak punya
pacar.” Putri berargumen
Fitri
hanya diam dan tak bisa beralasan lagi. Fitri memang tak pernah hidup sendiri
dikota orang karena fitri kuliah dikota yang sama dengan orang tuanya.
Setelah
obrolan itu, fitri dan putri sibuk masing-masing dengan kegiatannya. Fitri
sedih karena hubungannya dengan putri tak berjalan seperti dulu. Putri sibuk
dengan aktivitas kampus dan teman-teman barunya dan dengan cara fikir yang
berbeda sekang. Fitri sedih karena ia bukan sahabat bagi Putri lagi. Tak ada
obrolan panjang lewat telfon maupun sms atau social media lainnya. Hubungan mereka
sekarang hanya sebatas teman biasa.[8]
4.
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di atas, ada beberapa hal
yang kiranya dapat disimpulkan, diantaranya adalah :
1.
Teori Penetrasi
Sosial didorong oleh karya Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini hadir
untuk mengidentifikasi proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam
sebuah hubungan serta menghasilkan sebuah teori formatif dalam sejarah teori
tentang hubungan.
2.
Altman dan
Taylor mengibaratkan manusia
seperti bawang merah. Maksudnya, adalah pada hakikatnya manusia memiliki
beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas
kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Lapisan
kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik,
apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak
ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam
lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan
kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya
hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. Dan
lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di
dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum
terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat
oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang
terdekat manapun
3.
Salah satu kritik terhadap pemikiran Teori Penetrasi Sosial
(Altman & Taylor) adalah adanya keraguan apakah setiap orang senantiasa
berorientasi ekonomi. Analisa kritik ini dimulai dengan mengulas mengenai teori
penetrasi sosial. Teori ini bermula dari teori pertukaran sosial yang
menyatakan segala bentuk relasi sosial manusia berdasarkan pada bentuk-bentuk
pertukaran di antara para pelaku interaksi sosial tersebut.
4.
Suatu paguyuban mempunyai beberapa ciri pokok, diantaranya : 1) Gemeinschaft
by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada
ikatan darah atau keturunan, 2) Gemeinschaft of placo (locality),
yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal
yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong,
dan 3) Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang
mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama, seperti agama
5.
Penutup
Demikian laporan mengenai Teori Komunikasi
Interpersonal : Teori Penetrasi Sosial. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan guna kesempurnaan laporan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Littlejohn,
Stephen W, Foss, A. Karen, “Teori
Komunikasi” (Theories of Human Communication) Jakarta, Salemba Humanika,
2009.
http://ohadinda.blogspot.com/2011/12/teori-penetrasi-sosial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar