Perbandingan Manajemen dan Regulasi
Kepenyiaran Radio Komunitas di Kota Semarang
Latar Belakang
Saat ini di era millennium, perkembagan teknologi
dan media massa
sudah semakin maju dan berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah radio.
Meskipun media ini kurang begitu ternama dibandingkan televise apalagi di era
sekarang terdapat media online, di mana masyarakat dapat mengetahui suatu
informasi tinggal menghubungkan dengan media internet, toh juga tidak
mempengaruhi radio sebagai media yang diminati oleh audiens. Karena pada
hakikatnya, munculnya media baru tidak akan mempengaruhi media yang telah ada.
Hal itu terjadi karena adanya kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh
masing-masing media, baik itu cetak, pemyiaran, maupun konvergensi. Dan sampai
sekarang pun, banyak masyarakat, baik kawula muda, tua, orang-orang menengah ke
atas dan orang-orang menengah ke bawah masih tertarik untuk mendengarkan radio
tersebut.
Pembagian radio tersebut terbagi ke dalam dua jenis,
yakni : radio komersial dan radio komunitas. Radio komersial berasal dari kata
“Radio” dan “Komersial”. Menurut KBBI, “Radio” adalah siaran (pengiriman) suara
atau bunyi melalui udara baik itu siaran berupa lagu maupun spoken woods.
Sedangkan Komersial, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan
atau segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan. Radio komersial adalah
lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hokum Indonesia yang
bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan warga Negara asing
dilarang untuk menjadi pengurus lembaga penyiaran swasta (komersial) kecuali
untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Sedangkan radio komunitas adalah
siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan, dan
didirikan oleh sebuah komunitas. Pelaksana penyiaran (seperti radio) komunitas
disebut sebagai lembaga penyiaran komunitas.
Jika dilihat dari proses hokum, mau tak mau radio
komunitas harus mendapatkan izin dari pihak berwenang, yang dalam hal ini
adalah Ditjen Postel sebelum terbentuknya KPI, atau KPI dan Peraturan
pemerintah tentang UU Penyiaran. Saat ini, radio komunitas yang terdapat di
Kota Semarang mencapai sekitar 20-an. Di antara banyaknya radio, hanya 5 yang
memperoleh perizinan dari KPI-D Kota Semarang. Di sini penulis akan membahas
tentang dua radio yang terdapat pada satu Universitas, yakni radio MBS FM 107.8
“Alternatif Radio Semarang” Fakultas Dakwah IAIN Walisongo dengan radio RGM One
FM 107.7 Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. Dimana, pada radio MBS FM
adalah radio yang memiliki surat
izin dari KPI-D Kota Semarang, sedangkan radio RGM-One FM adalah radio yang
tidak mendapatkan perizinan dari KPI-D Kota Semarang.
Permasalahan yang muncul adalah, saat ini kualitas
radio penyiaran MBS FM yang terdapat di Fakultas Dakwah tidak memiliki system
manajemen dan kualitas yang baik dibandingkan dengan Radio yang berada di RGM
One FMyang terdapat di Fakultas Ushuluddin. Padahal, radio MBS FM sudah
memiliki surat perizinan dari KPI-D kota Semarang.
Seharusnya, sebuah radio komunitas yang memiliki surat
perizinan dari KPI-D memiliki kualitas yang mumpuni dibandingkan dengan radio
komunitas yang tidak memiliki surat
perizinan dari KPI-D. di bidang manajemen, kualitas radio MBS FM pun juga
sepertinya mengalami sedikit masalah pasca mengalami tersambarnya petir
beberapa bulan yang lalu, sehingga menyebabkan tidak adanya siaran. Beruntung
hal tersebut bisa diatasi walaupun ketika terjadi hujan kita harus mematikan
system pemancar Karena kualitas pemancar kita tidak kuat ketika terkena petir.
Permasalahan bukan hanya di situ saja, pada bidang kualitas pemancar, kita
sudah kalah jangkauan pemancar dibandingkan dengan radio RGM One FM. Jangkauan
pemancar radio MBS FM sebenarnya sampai di daerah Kendal di sebelah barat, dan
kawasan mijen di daerah selatan, kawasan krapyak di daerah timur. Tetapi,
terkadang baru mencapai gedung depan fakultas Syariah saja jangkauannya sudah kemrengsek (tidak jelas), baru berada di
belakang Fakultas Dakwah tepatnya, di jalan tanjungsari atau di sekitar
ngaliyan saja sudah tidak jelas. Berbeda dengan Radio RGM One FM, jangkauan
pemancar radio RGM One FM sebenarnya hamper sama dengan radio milik MBS FM.
Tetapi kenapa radio yang justru yang terdengar jelas justru radio milik RGM One
FM? Ini merupakan fenomena yang sangat aneh menurut peneliti.
Kemudian dilihat dari segi man (personal).
Kebanyakan dari personal radio RGM One FM merupakan alumni dari radio MBS FM.
Dulunya mereka adalah crew dari radio MBS FM. Tetapi, kemudian mereka
melepaskan diri dan membangun sebuah radio komunitas dengan jarak kurang dari 1
kilometer yang bernama radio RGM One FM. Kemudian dilihar dari segi antusiasme
pendengar. Pendengar dari radio MBS FM kebanyakan dari mahasiswa Fakultas
Dakwah saja, karena memang berada di Fakultas Dakwah. Sedangkan pendengar yang
berada di radio RGM One FM terkadang berasal dari warga sekitar, seperti
manyaran, ngaliyan, tugu. Beberapa penyebab itulah yang menyebabkan peneliti
tertarik untuk menelaah permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kedua radio
tersebut.
Nama : Muh. Dwi Ari Purwa.
NIM :
101211069
Tidak ada komentar:
Posting Komentar