Senin, 27 Mei 2013

laporan teori2 komunikasi



1.     Latar Belakang
Teori-teori atau pengetahuan yang terorganisir dari suatu bidang yang dikembangkan oleh hasil-hasil dari akademisi-akademisi sebelumnya memberikan sebuah titik awal untuk memahami bidang apa pun. Istilah teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah teori tunggal atau dapat digunakan untuk menandakan kolektif yang ditemukan dalam seluruh kesatuan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi. Teori-teori yang disertakan disini, berbeda dalam bagaimana mereka dihasilkan, jenis penelitian yang digunakan, cara mereka dipresentasikan, dan aspek komunikasi yang ingin disampaikan. Perbedaan ini hadir sebagai sumber yang kaya untuk mengembangkan pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam tentang pengalaman komunikasi.
Semua teori merupakan abstraksi. Mereka selalu mengurangi pengalaman menjadi sebuah bentuk kategori-kategori dan sebagai hasilnya selalu meninggalkan sesuatu. Sebuah teori memfokuskan perhatian kita pada sesuatu, pola hubungan variable, dan mengabaikan yang lainnya. Kebenaran mutlak ini penting karena mengungkapkan kekurangan dasar dari teori apa pun. Tidak ada teori yang akan mengungkapkan semua “kebenaran” atau mampu untuk benar-benar menyampaikan subjek atau penelitiannya. Teori-teori berfungsi sebagai panduan yang membantu kita memahami, mengartikan, menilai dan menyampaikan.
Teori-teori juga merupakan susunan. Teori-teori diciptakan oleh manusia, bukan diturunkan oleh Tuhan. Ketika para akademisi menguji sesuatu yang ada di dunia, mereka membuat pilihan mengenai bagaimana mengelompokkan apa yang mereka amati, bagaimana menyebut konsep yang mereka fokuskan, seberapa luas luas atau sempitnya, focus mereka, dan sebagainya. Jadi teori-teori merepresentasikan beragam cara para pengamat melihat lingkungan sekitar mereka lebih dari kenyataan yang dapat mereka tangkap.[1]
2.     Permasalahan
Beberapa permasalahan yang akan dikajai pada laporan ini, adalah :
1.         Teori Penetrasi Sosial
2.         Kritik Teori Penetrasi Sosial
3.         Contoh Kasus tentang Teori Penetrasi Sosial

3.     Pembahasan
1.      Teori Penetrasi Sosial
Penetrasi Sosial hadir untuk mengidentifikasi proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam sebuah hubungan serta menghasilkan sebuah teori formatif dalam sejarah teori tentang hubungan. Didorong oleh karya Irwin Altman dan Dalmas Taylor, teori penetrasi social menggerakkan sebuah tradisi lama dalam pengembangan hubungan.[2]
Asumsi-asumsi Teori Penetrasi Sosial
1. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim.
2. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi.
3. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi.
4. Pembukaan diri (self-disclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan.[3]

Altman dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial to intimate levels of exchange as a function of both immediate and forecast outcomes.”
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.
Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya.
Dan lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang terdekat manapun. Akan tetapi lapisan ini adalah yang paling berdampak atau paling berperan dalam kehidupan seseorang.[4]
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
1)         Kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi dan personal.
2)         Keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan.
3)         Penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu proses yang panjang.
4)         Depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.[5]

Teori asli Altman dan Taylor didasarkan pada salah satu gagasan yang paling terkenal dalam tradisi sosio-psikologis, masalah ekonomi yang mengondisikan manusia membuat keputusan berdasarkan biaya dan manfaat. Dengan kata lain, jika sesuatu menjadi sangat mahal, Anda akan berpikir dua kali sebelum melakukannya. Jika hasilnya dapat sangat bermanfaat, Anda dapat melanjutkannya, walaupun biayanya besar. Setiap keputusan merupakan keseimbangan antara biaya dan manfaat. Ketika kita menerapkan prinsip ini pada manusia, kita melihat pada sebuah proses yang disebut pertukaran social (social exchange).
Dalam teori pertukaran social, interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi. Anda mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan memperkecil biaya. Diterapkan pada penetrasi social, Anda akan menyingkap informasi tentang diri Anda ketika rasio biaya manfaatnya sesuai bagi Anda. Menurut Altman dan Taylor, rekan dalam berhubungan tidak hanya menilai manfaat dan biaya dari hubungan tersebut pada saat tertentu, tetapi juga menggunakan informasi yang ada pada mereka untuk memperkirakan manfaat dan biaya di masa yang akan datang. Selama manfaat lebih besar dari biayanya, pasangan tersebut akan semakin dekat dengan lebih banyak berbagi dan lebih banyak informasi pribadi.[6]
2.      Kritik Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kritik terhadap pemikiran Teori Penetrasi Sosial (Altman & Taylor) adalah adanya keraguan apakah setiap orang senantiasa berorientasi ekonomi. Analisa kritik ini dimulai dengan mengulas mengenai teori penetrasi sosial. Teori ini bermula dari teori pertukaran sosial yang menyatakan segala bentuk relasi sosial manusia berdasarkan pada bentuk-bentuk pertukaran di antara para pelaku interaksi sosial tersebut. Selanjutnya teori ini diterapkan dalam bentuk komunikasi interpersonal, dimana dasar melakukan komunikasi karena adanya prinsip transaksi antar pelaku komunikasi.
Seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs analysis). Dalam hal prinsip untung rugi ini, pandangan ini menganggap seolah-olah setiap manusia senantiasa berorientasi ekonomi. Hal ini mungkin saja bisa terjadi pada masyarakat modern yang cenderung liberal dan kapitalistis. Dimana hal ini kurang dapat berkembang di Indonesia, yang memiliki corak budaya feodalisme yang kental, sosialisme gotong royong yang sangat kuat, dimana bentuk hubungan bukan saja ditentukan oleh prinsip untung rugi, namun juga patronisasi status sosial setiap orang dan budaya ramah tamah yang tidak hanya merujuk pada prinsip untung rugi namun juga kecenderungan untuk berbasa-basi sebagai bentuk hubungan rutin bertetangga dan bermasyarakat.
Dalam kaitanya dengan karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia, menurut Ferdinand Tonnies (dalam Sztompka, Piotr, 2005) kita mengenal Paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gessellschaft) sebagai bentuk organisasi sosial. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggota diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut bersifat nyata dan organis sebagaiman dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya. Suatu paguyuban mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut:
1)       Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Didalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis, contoh : Kekerabatan, masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat di DI. Yogyakarta, Solo, dan sebagainya.
2.      Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong, contoh : RT dan RW.
3.      Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama, seperti agama.
Sedangkan Patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk patembayan terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik misalnya ikatan antarpedagang, organisasi pegawai dalam suatu pabrik atau industri. Bentuk organisasi sosial ini adalah yang paling cocok untuk menjelaskan penerapan teori penetrasi sosial, dimana hubungan timbal balik, percampuran berbagai kepentingan pribadi atau kelompok sangat mendasari terbentuknya hubungan.
Dalam konteks karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia, kritik atas Teori Penetrasi sosial dapat di jelaskan oleh bentuk masyarakat Paguyuban, dimana hubungan terbentuk dari sesuatu hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Dimana ikatan darah dan keturunan, kekerabatan kedaerahan, rasa gotong royong dalam bertetangga serta kedekatan karena kesamaan agama dan kepercayaan, lebih emndasari terbentuknya hubungan daripada hanya sekedar prinsip untung rugi dalam teori penetrasi sosial ini.[7]

3.      Contoh Kasus tentang Teori Penetrasi Sosial
Putri dan Fitri adalah sepasang sahabat yang berkenalan di bangku SMA. Mereka awalnya adalah dua orang yang saling tak mengenal dan hanya mengenal nama. Kedekatan mereka dimulai sejak mereka sama-sama tergabung dalam satu ekstrakurikuler sekolah yang sama. Terlebih mereka teman satu kelas di sebuah bimbingan belajar.
“hai put.. mau kemana? Nanti kamu bimbingan?” Tanya fitri saat mereka berpapasan di koridor sekolah.
“hai fit.. mau ke kantin. Iya, nanti aku bimbingan. Kamu juga kan?” putri balik bertanya
“iya, bimbingan. Kamu kok sendirian?” Tanya fitri
“iya,soalnya dikelas cuma aku yang ambil bimbingan hari ini. Kalau mau pulang ke rumah, rumah aku jauh dari sini. Jadi aku nunggu disini aja. Kamu mau kemana?” ujar putrid
“tadi sih mau langsung ke bimbel, tapi karena kamu mau ke kantin, kebetulan aku juga mau makan, bareng aja yuk.. setelah itu kita sama-sama ke bimbel. Gimana?” fitri menawarkan diri menemani Putri.
“ok..” jawab putri menerima tawaran fitri.
Sejak saat itu fitri dan putri sering bersama-sama. Terlebih mereka mempunyai hobi yang sama. Mereka sama-sama menyukai renang. Mereka merasa cocok satu sama lain. Terlebih mereka punya tujuan universitas yang sama kelak.
“kamu nanti mau masuk Perguruan Tinggi Negeri mana put?” Tanya fitri disela-sela diskusi mereka.
“aku ingin masuk Ilmu Komunikasi Unpad put. Kalau kamu?”
“waahh..aku juga ingin masuk Unpad, tetapi bukan Ilmu Komunikasi, tapi psikologi.” Ujar fitri.
“asikk dong, berarti nanti kita satu kos yaa..” ucap putri
“pastiiiiiiiii..” jawab fitri diikuti gelak tawa mereka berdua
Fitri dan putri sama-sama memeliki selera humor yang baik. Semakin hari mereka merasa semakin banyak kecocokan dalam diri mereka dan sudah mengetahui kebiasaan-kebiasaan buruk satu sama lain. Seperti sifat Fitri yang pelupa dan sifat putri yang moody. Fitri senang punya sahabat seperti putrid, ditambah putrid adalah anak yang pintar dan enak bila diajak berdiskusi dan bertukar pikiran.
Sampai akhirnya persahabatan mereka terpisah karena Putri lulus di Unpad, dan Fitri lulus di USU. Fitri merasa bahwa kelak persahabatannya dan Putri akan renggang karena jarak. Tapi 1 tahun berjalan, kedekatan mereka masih berjalan baik, mereka masih tetap menjaga komunikasi. Baik lewat telfon, sms, maupun social media yang ada. Mereka sering curhat tentang kuliah, teman-teman baru dikampus, maupun tentang pria yang mereka sukai.
Tetapi lama kelamaan komunikasi mereka mulai renggang. Putri yang mulai sibuk dengan teman baru dan kesibukannya mulai susah dihubungi, ditambah fitri yang sudah memiliki pacar. Saat liburan semester 4 tiba, Putri pulang dengan membawa kabar buruk. IP yang telah dipertahankan Putri selama 4 semester turun dari 4,00 menjadi 3,10.
“aku sebelll fiit…. Sediihhhhh… IP aku turun..” curhat Putri saat mereka sedang makan di sebuah Café.
“menurut aku put, itu karena kamu sering main-main. Coba lihat kamu yang sekarang, lebih foya-foya, hang out sana-sini, sampai-sampai kamu pulang jam 2 pagi” kritik fitri blak-blakkan terhadap putri.
“aku tak selalu pulang pagi seperti itu fit, baru kali itu saja aku pulang sepagi itu. Dan aku juga butuh refreshing disela-sela tumpukan tugasku fit.” Putri membela diri
“kamu boleh refreshing put, tapi tidak selalu, kamu harus bisa mengatur waktu antara bermain dan belajar. Kamu seharusnya ngerti mana yang lebih diprioritaskan. Sekarang kita masuk semester 5, sudah saatnya focus sama skripsi.” Fitri mencoba member penjelasan.
“kamu enak fit, punya pacar, ada teman jalan, teman yang nemenin kemana-mana, lah aku disana sendiri, Cuma mereka yang aku punya. Kapan sih aku bisa punya pacar?” keluh putri. Putri memang selalu mengeluh karena ia tak memiliki pacar, dan betapa inginnya ia mempunyai seorang pacar.
“put, pacaran bukan segalanya, gak punya pacar bukan berarti kamu gak bisa sukses. Kamu focus kekuliah aja, jodoh nanti bakalan dating sendiri.” Fitri kembali menjelaskan
“kamu belum ngerasai aja gimana rasanya hidup dikota orang sendirian dan gak punya pacar.” Putri berargumen
Fitri hanya diam dan tak bisa beralasan lagi. Fitri memang tak pernah hidup sendiri dikota orang karena fitri kuliah dikota yang sama dengan orang tuanya.
Setelah obrolan itu, fitri dan putri sibuk masing-masing dengan kegiatannya. Fitri sedih karena hubungannya dengan putri tak berjalan seperti dulu. Putri sibuk dengan aktivitas kampus dan teman-teman barunya dan dengan cara fikir yang berbeda sekang. Fitri sedih karena ia bukan sahabat bagi Putri lagi. Tak ada obrolan panjang lewat telfon maupun sms atau social media lainnya. Hubungan mereka sekarang hanya sebatas teman biasa.[8]

4.     Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di atas, ada beberapa hal yang kiranya dapat disimpulkan, diantaranya adalah :
1.      Teori Penetrasi Sosial didorong oleh karya Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini hadir untuk mengidentifikasi proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam sebuah hubungan serta menghasilkan sebuah teori formatif dalam sejarah teori tentang hubungan.
2.      Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya, adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. Dan lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang terdekat manapun
3.      Salah satu kritik terhadap pemikiran Teori Penetrasi Sosial (Altman & Taylor) adalah adanya keraguan apakah setiap orang senantiasa berorientasi ekonomi. Analisa kritik ini dimulai dengan mengulas mengenai teori penetrasi sosial. Teori ini bermula dari teori pertukaran sosial yang menyatakan segala bentuk relasi sosial manusia berdasarkan pada bentuk-bentuk pertukaran di antara para pelaku interaksi sosial tersebut.
4.      Suatu paguyuban mempunyai beberapa ciri pokok, diantaranya : 1) Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan, 2) Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong, dan 3) Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama, seperti agama
                      
5.     Penutup
Demikian laporan mengenai Teori Komunikasi Interpersonal : Teori Penetrasi Sosial. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna kesempurnaan laporan selanjutnya.























DAFTAR PUSTAKA
·               Littlejohn, Stephen W, Foss, A. Karen, “Teori Komunikasi” (Theories of Human Communication) Jakarta, Salemba Humanika, 2009.
http://ohadinda.blogspot.com/2011/12/teori-penetrasi-sosial.html


[1] Littlejohn, Stephen W, Foss, A. Karen, “Teori Komunikasi” (Theories of Human Communication) Jakarta, Salemba Humanika, 2009, hal 21-22
[2] Ibid, hal 291
[6] Littlejohn, Stephen W, Foss, A. Karen, “Teori Komunikasi” (Theories of Human Communication) Jakarta, Salemba Humanika, 2009, hal 292

Tidak ada komentar:

Posting Komentar