Senin, 27 Mei 2013

Proposal MPK 2



I.                   KERANGKA TEORI
a.      Definisi dan Fungsi dari  Radio
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara)
Pengertian “Radio” menurut ensiklopedi Indonesia yaitu: penyampaian informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas yang memiliki frequensi kurang dari 300 GHz (panjang gelombang lebih besar dari 1 mm). Sedangkan istilah “radio siaran” atau “siaran radio” berasal dari kata “radio broadcast” (Inggris) atau “radio omroep” (Belanda) artinya yaitu penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media. Menurut Peraturan Pemerintah No : 55 tahun 1977, Radio Siaran adalah pemancar radio yang langsung ditujukan kepada umum dalam bentuk suara dan mempergunakan gelombang radio sebagai media.
Sedangkan menurut Versi Undang-undang Penyiaran no 32/2002 : kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Menurut definisi tersebut, terdapat lima syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Kelima syarat tersebut adalah :
1. Spektrum frekuensi radio
2. Sarana pemancaran/transmisi
3. Adanya siaran (program atau acara)
4. Adanya perangkat penerima siaran (receiver)
5. Dapat diterima secara serentak/bersamaan

b.      Karakteristik Radio
1.      Publisitas. Artinya disebarluaskan kepada public, khalayak, atau orang banyak. Siapa saja bisa mendengar radio, tidak ada batasan tentang siapa yang boleh dan tidak boleh mendengar radio.
2.      Universalitas. Pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya adalah orang banyak.
3.      Periodisitas. Artinya siaran radio bersifat tetap atau berkala, misalnya harian, atau mingguan. Misalnya, 19 jam sehari, mulai pukul 05.00 sampai pukul 24.00.
4.      Kontinuitas. Artinya siaran radio berrkesinambungan atau terus menerus sesuai dengan periode mengudara atau jadwal mengudara.
5.      Aktualitas. Artinya siaran radio berisi hal-hal yang terbaru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti adanya kecepatan penyampaian informasi kepada public.
Dibandingkan dengan media massa lainnya, radio memiliki karakteristiks sebagai berikut:
a.      Imajinatif. Karena hanya alat indera pendengaran yang digunakan oleh khalayak dan pesannya pun selintas, maka pesan radio dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi. Dengan perkataan lain, pendengar radio bersifat imajinatif. Dengan perkataan lain, radio bersifat theatre of mind, artinya radio mampu menciptakan gambar (makes picture) dalam pikiran pendengar melalui kekuasaan kata dan suara.
b.      Auditori. Sifat ini muncul sebagai konsekuensi dari sifat radio yang hanya bisa didengar. Karena manusia mempunyai kemampuan mendengar yang terbatas, maka pesan komunikasi melalui radio diterima selintas. Pendengar tidak akan dapat mendengar kembali (rehearing) informasi yang tidak jelas diterimanya, karena ia tidak bisa meminta kepada komunikator/penyiar untuk mengulang informasi yang hilang, kecuali ia merekamnya. Dengan perkataan lain, pesan radio harus disusun secara singkat dan jelas. (concise and clear).
c.       Akrab/Intim. Sebagaimana kita lakukan sehari-hari, kita jarang mendengar acara siaran radio secara khusus. Pada umumnya kita mendengar radio sambil melakukan kegiatan atau melaksanakan pekerjaan lainnya.
d.      Identik dengan Musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan music.
e.       Mengandung Gangguan. Seperti timbul tenggelam/fading dan gangguan teknis (channel noise factor).
   
c.       Kelebihan dan kekurangan Radio
Keunggulan Radio :
1)      Cepat dan langsung. Radio adalah sarana tercepat, bahkan lebih cepat dari surat kabar atau dan televise, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa lewat proses yang kompleks dan butuh waktu yang lama, seperti TV dan media cetak. Hanya melalui telepon, seorang reporter radio dapat dengan langsung dan cepat melaporkan berita dan peristiwa yang terjadi di lapangan.
2)      Akrab. Radio adalah alat yang “mendekatkan” atau mengakrabkan pendengar/khalayak dengan penyiar atau bahkan dengan pemiliknya. Orang jarang mendengarkan siaran radio secara berkelompok, akan tetapi justru orang seringkali mendengarkan radio secara sendirian seperti di dalam mobil, di kamar tidur, di dapur, dan sebagainya. 
3)      Hangat. Perpaduan antara kata-kata, music, dan efek suara dalam radio mampu mempengaruhi emosi pendengar. Pendengar akan bereaksi atas kehangatan suara penyiar dan seringkali pendengar berpikir bahwa penyiar adalah sebagai teman bagi mereka.
4)      Tanpa Batas. Siaran radio mampu menembus batas-batas geografis dan kultural serta kelas social. Bahkan hanya orang “tunarungu” yang tidak mampu menikmati sebuah siaran radio.  
5)      Murah : Harga sebuah radio sekaligus mendengarkan siarannya relative jauh lebih murah dibandingkan dengan harga sebuah televise atau berlangganan media cetak. Bahkan pendengar siaran radiio pun tidak dipungut iuran sepeserpun.
6)      Fleksibel. Siaran radio bisa dinikmati sambil mengerjakan hal lain atau tanpa mengganggu aktivitas lain, seperti belajar, memasak, mengemudi, membaca surat kabar, dan sebagainya.

Kelemahan Radio :
1)      Selintas : Siaran radio cepat hilang dan mudah dilupakan. Pendengar tidak bisa mengulang apa yang didengarnya, tidak seperti pembaca surat kabar yang bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.
2)      Batasan Waktu : Waktu siaran radio relative terbatas, hanya 24 jam sehari, berbeda dengan Koran yang bisa menambah jumlah halaman dengan bebas. Artinya waktu yang 24 jam sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau lebih.
3)       Beralur Linier : Program disajikan dan didengar oleh khalayak berdasarkan urutan yang sudah ada (rundown).
d.      Sejarah Radio
Sejarah ditemukannya radio dimulai di Inggris dan Amerika Serikat. Donald McNicoll dalam bukunya Radio’s Conguest of Space menyatakan bahwa terkalahkannya ruang angkasa oleh radio dimulai tahun 1802 oleh Dane, yaitu dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemuan berikutnya adalah oleh 3 orang cendekiawan muda di antaranya James Maxwell berkebangsaan Inggris pada tahun 1865. Ia dijuluki scientific father of wireless, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetik, yakni gelombang yang digunakan radio dan televise. Radio yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa (broadcasting) mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Kemudian Le De Forrest melalui eksperimen siaran radionya telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1916, sehingga ia dikenal sebagai pelopor radio siaran.

e.       Pengetian Manajemen Radio
Manajemen radio juga pada umumnya dikenal juga sebagai manajemen musik, berkaitan dengan siaran musik di radio. Manajemen memiliki peranan yang sangat penting dan vital. Manajemen radio atau manajeme siaran  musik terdiri dari 2 macam yaitu, Manajemen Siaran On-Air dan Manajemen Siaran Off-Air. Segala sesuatu yang mengatur perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut penyiaran didalam studio dinamakan  manajemen siaran On-Air, sedangkan pengelolaan kegiatan stasiun radio yang berhubungan langsung dengan khalayak pendengar, dilaksanakan diluar studio disebut manajemen siaran Off-Air.
Manajemen siaran musik stasiun radio pada dasarnya dibuat agar eksistensi radio tersebut tetap terjaga dan melekat di hati para pendengar. Dalam manajemen siaran musik stasiun siaran radio terdapat beberapa divisi yang mendukung penyiaran tersebut yang meliputi marketing, program director, Music director, produksi, siaran dan monitoring.

f.       Jenis-jenis Penyiaran
1)      Penyiaran Swasta
Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang menjalankan usaha penyiaran berdasarkan prinsip-prinsip komersial. Lembaga ini menjual usaha berupa waktu tayang (air time), iklan, dan usaha lain yang sah terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Di Indonesia untuk menjalankan usaha penyiaran terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Negara setelah memperoleh persetujuan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

2)      Penyiaran Publik
Lembaga penyiaran public adalah lembaga penyiaran yang tidak bersifat komersial / independent /netral dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan public. Sumber pendanaan penyiaran public berasal dari Negara, iuran, iklan dan donator yang tidak mengikat.
Menurut Efendi Gazali, terdapat lima ciri penyiaran public sebagai berikut :
a)      Akses Public, akses public disini dimaksudkan tidak hanya coverage area, tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran public mau mengangkat isu-isu local dan memproduksi program-program local dan tokoh-tokoh local.  
b)      Dana Publik, perlu diingat bahwa lembaga penyiaran public tidak hanya mengandalkan keuangannya dari anggaran Negara, tetapi juga dari iuran dan donator.
c)      Akuntabilitas Publik, karena dana utamanya dari public, maka terdapat kewajiban bagi penyiaran public untuk membuat akuntabilitas penyiarannya.
d)     Keterlibatan Publik: Artinya adanya keterlibatan menjadi penonton atau menjadi kelompok yang rela membantu menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk kelangsungan penyiaran public.
e)      Kepentingan Publik, kepentingan public lebih diutamakan daripada kepentingan iklan. Misalnya, ada satu acara yang sangat baik dan bermanfaat bagi public, namun ratingnya rendah, maka ia akan tetap diproduksi dan tetap dipertahankan penayangannya.
Hakikat penyiaran public adalah diakuinya supervise dan evaluasi public pada level yang signifikan. Bagi penyiaran public, iklan bukanlah sesuatu yang “haram”. Tergantung bagaimana public ikut menentukan berapa pembatasan penayangan iklan perjamnya, dan iklan mana yang pas bagi penyiaran public.

3)      Lembaga Penyiaran Komunitas
Sama seperti penyiaran public, penyiaran komunitas tergolong wacana baru bagi dunia penyiaran di Indonesia. Penyiaran komunitas adalah suatu lembaga yang didirikan oleh komunitas tertentu yang menjalankan aktivitas penyiaran secara independen / netral, daya pemancar rendah, jangkauan wilayah terbatas, tidak komersial, dan melayani kepentingan komunitas.
Karena khusus melayani komunitas, maka lembaga penyiaran komunitas boleh menggunakan bahasa daerah sesuai dengan komunitas yang dilayaninya. Di Indonesia mendirikan penyiaran komunitas persyaratannya sangat ketat. Antara lain dilarang menjadi media partisan, tidak terkait dengan organisasi atau lembaga asing dan bukan anggota komunitas internasional, tidak terkait organisasi terlarang, tidak untuk kepentingan propraganda.

4)      Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga penyiaran berlangganan adalah bentuk penyiaran yang memancarkan luaskan atau menyalurkan materinya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televise, multimedia, atau media informasi lainnya.
II.                 METODE PENELITIAN
A)    Metode Penelitian Kualitatif
1.      Pengertian Metode Penelitian Kualitatif
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut “metode penelitian naturalistic” karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga metode etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, dan disebut juga “metode kualitatif” karena data yang dikumpulkan dan dianalisis lebih bersifat kualitatif. Dari uraian tersebut, Sugiyono (2007: 1) menerangkan bahwa metode penelitian adalah metode ilmiah yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen). Di dalam metode penelitian, peneliti berfungsi sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (teknik gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
Sementara menurut Kirk dan Miller (1986), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan David Williams (1995) menuliskan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Dalam komentar Moleong (2006: 5), pengertian tersebut menggambarkan bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode (jalan) penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi di dalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas, namun makna (segi kualitas) dari fenomena yang diamati.

2.      Konsep Dasar Metode Penelitian Kualitatif
Perlu Anda ketahui bahwa paradigm yang menjadi “kiblat” atau akar tradisi penelitian kualititf pada hakikatnya menganggap bahwa fenomena social (secara mendasar) sangat berbeda dengan fenomena alami yang menjadi focus perhatian ilmu-ilmu kealaman karena fenomena social yang melibatkan manusia sebagai perilaku praktis atau aktivitas social senantiasa sarat dengan dunia makna yang melekat pada subjek (manusia) pelakunya. Ia senantiasa melibatkan interpretasi, kesadaran, dan makna subjektif di tingkat individu sang manusia pelaku suatu tindakan social.
Selain itu, suatu kekeliruan juga jika mengambil ahli tradisi metode ini yang positivistic dalam mengkaji fenomena social. Dalam pandangan ini, untuk memahami suatu fenomena social, haruslah dari hasil membaca bagaimana sang pelaku memahami dunianya. Atau, harus merupakan upaya understanding of understanding (Sanafiah Faisal dalam Bungin (ed), 2005:13-14).
Sekalipun penelitian kualitatif dapat dikatakan bernaung di bawah kutub paradigm yang sama sebagaimana disebutkan tadi, tradisinya beragam. Keberagaman yang dimaksud antara lain disebabkan perbedaan aliran teori yang dianut. Itu bisa dimengerti karena masing-masing aliran teori juga condong mengucurkan corak permasalahan (research question) tersendiri yang diambil secara relevan dengan kandungan perspektif teoritis aliran bersangkutan. Itu tidak terlepas dari perbedaan asumsi masing-masing aliran teori, terutama tentang realitas social dan akibat manusia. Akibatnya, masing-masing teori juga menurut suatu strategi penelitian yang tersendiri. Hal tersebut mengisyaratkan keragaman aliran teori yang melandasi penelitian kualitatif juga membawa implikasi pada keragaman strategi dan tradisi penelitian kualitatif.

B)    Fenomenologi
Menurut Husserl, fenomenologi adalah pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenological, atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Moleong, 2006: 4). Fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti fenomenologi ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain Moleong, 2006: 15).
Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubungan dengan pertanyaan, seperti bagaimana pembagian antara subjek (ego) dan objek (dunia) muncul dan bagaimana sesuatu hal di dunia ini diklasifikasikan. Para fenomenolog juga berasumsi bahwa kesadaran bukan dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya selain dirinya sendiri. Peneliti dalam pandangan ini berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Ada tiga filsuf yang memengaruhi pandangan fenomenologi, yaitu Edmund Husserl, Alfred Schultz, dan Webber. (Moleong, 2006: 17-18).
  
C)    Interaksi Simbolik
Pendekatan ini berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi, dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri. Sebaliknya, pengertian itu diberikan untuk mereka. Sebagai contoh : seorang teknolog pendidikan mungkin menentukan proyektor 16 mm sebagai alat yang akan digunakan oleh guru untuk memperlihatkan film-film yang relevan dengan tujuan pendidikan; sedangkan seorang guru barangkali menata penelitian kualitatif penggunaan proyektor tersebut sebagai alat untuk siswa apabila ia kehabisan bahan pelajaran sewaktu mengajar atau apabila ia sudah letih. (Molenong, 2006: 19).
Menurut pandangan interaksi simbolik, untuk bisa memahami perilaku, peneliti harus memahami definisi dan proses pendefinisian. Manusia tidak dapat bertindak atas dasar respons yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mempradefinisikan objek, namun lebih sebagai penafsiran dan pendefinisian hewan simbolik yang perilakunya hanya dapat dipahami dengan jalan peneliti memasuki proses definisi melalui teknik seperti pengamatan- berperan serta. Melalui interaksilah, seseorang membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu sering mengembangkan definisi bersama karena mereka secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keharusan. Di pihak lain, sebagian memegang definisi bersama untuk menunjuk pada kebenaran, suatu pengertian yang senantiasa dapat disepakati.
Interaksi simbolik menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status social ekonomi, kewajiban-peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat, atau lingkungan fisik lainnya. Faktor-faktor tersebut sebagian adalah bentuk yang digunakan para ilmuwan social dalam usahanya untuk memahami dan menjelaskan perilaku. Sementara, bagian lainnya yang penting dari teori interaksi simbolik adalah bentuk tentang harga diri. Diri, dalam hal ini, tidak dilihat sebagai yang berada dalam individu, seperti “aku” atau kebutuhan yang teratur, motivasi, dan norma serta nilai dari dalam. Diri adalah definisi yang diciptakan orang (melalui interaksi dengan lainnya) di tempat ia berada. Cara konseptualisasi diri ini telah mengarahkan pada penelitian tentang self-fullfilling prophecy dan menyediakan latar belakang tentang apa yang dinamakan labeling approach terhadap perilaku yang menunjang (Moleong, 2006: 22).

D)    Etnometodologi
Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari dan metodenya untuk mencapai kehidupan sehari-hari (Moleong, 2006: 24). Dengan kata lain, etnometodologi bukan merupakan metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, namun merujuk pada mata pelajaran yang akan diteliti. Subjek etnometodologi bukan merupakan anggota suku-suku terasing, namun orang-orang dalam pelbagai macam situasi pada masyarakat kita.
Peneliti menggunakan istilah-istilah pengertian secara common sense, kehidupan sehari-hari, dan memperhitungkan. Menurut para etnometodolog, penelitian bukan merupakan usaha ilmiah yang unik, melainkan lebih merupakan penyelesaian praktis. Mereka menyarankan agar kita melihat secara hati-hati pada pengertian akal sehat tempat pengumpulan data itu dilakukan. Mereka mendorong peneliti lebih peka terhadap kebutuhan tertentu menurut mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat, pandangan mereka sendiri, daripada mempertimbangkannya (Moleong, 2006: 25).    

E)    Analisis Framing
Analisis Framing atau Analisis bingkai (frame analysis) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajarai media,analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:–). Analisis bingkaimerupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. (King, 2004:–). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balaik penulisan informasi.
Beberapa model analisa bingkai telah dikembagkan:
1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. kosicki
Model ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian:
a. Sintaksis adalah cara wartwan menyususn berita.
Struktur sintaksis memiliki perangkat:
1. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media
2. Lead (teras berita) merupakan paragraf pembuka dari sebuah berita yang biasanya mengandung kepentingan lebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada ideologi penulis terhadap peristiwa.
3. Latar informasi
4. Kutipan
5. Sumber
6. Pernyataan
7. Pentup

b. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta.
Struktur skrip memfokuskan perangkat framing pada kelengkapan berita:
1. What (apa)
2. When (kapan)
3. Who (siapa)
4. Where (di mana)
5. Why (mengapa)
6. How (bagaimana)

c. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta.
Struktur tematik mempunyai perangkat framing:

1. Detail
2. Maksud dan hubungan kalimat
3. Nominalisasi antar kalimat
4. Koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti

Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi
d. Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta.
Struktur retoris mempunyai perangkat framing:
1. Leksikon/pilihan kata
Perangkat ini merupakan penekanan terhadap sesuatu yang penting.
2. Grafis
3. Metafor
4. Pengandaian

Unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan grafis

2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani
Model ini membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:
a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memiliki konstruksi makna tertentu.
b. Core frame merupakan gagasan sentral.
c. Condnsing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap perangkat simbolik (framing device/perangkat framing dan reasoning device/perangkat penalaran).

Perangkat framing terbagi m enjadi lima bagian:
a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian
b. Catcphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau slogan.
c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif.
d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli sesuatu.
e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis dan sebagainya.

Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:
a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.
b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim moral.
c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi. 

Model Proses Framing
Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.
A. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)
Studi-studi ini mencakup tentang dampak faktor-faktor seperti pengendalian diri terhadap organisasi, nila-nilai profesional dari wartawan, atau harapan terhadap audien terhadap bentuk dan isi berita. Meskipun demikian, studi tersebut belum mampu menjawab bagaimanakah media dibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dari proses ini. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap kreasi atau perubahan analisa dan penulisan yang diterapkan oleh wartawan.
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor struktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhi sistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa.
Gans, Shoemaker, dan Reeses menyaranan minimal harus ada tiga sumber-sumber pengaruh yang potensial. Pengaruh pertama adalah pengaruh wartawan. Wartawan akan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. Bentuk analisa wartawan dalam menulis sebuah fenomena sangat dipengaruhi oleh varibel-variabel, seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional, dan akhirnya lebih mencirikan jalan wartawan dalam mengulas berita.
Faktor kedua yang mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.


B. Frame setting (Pengkondisian Framing)
Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting.
Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116) menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan analisa baru.

C. Individual-Level Effect of Farming (Tingkat Efek Framing terhadap Individu)
Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akan membentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya telah dilakukan dengan manggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan kata lain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalam kebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan.
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.

D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)
Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang sama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor. Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga ada timbal balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak serta merta dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.
Questioning Answers or Answering Questioning (Menjawab Pertanyaan atau Mempertanyakan Jawaban)?
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depan harus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masa lalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekurangan yang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.

III.             SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan proposal ini terdapat Sistematika Penulisan agar mempermudah untuk melakukan penelitian maupun dalam mengerjakan skripsi, diantaranya :
A)    Bab ke III, yaitu Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Literature, Sistematika Penulisan, dan Metode Penelitian.
B)    Bab ke II, yaitu Kerangka Teori, Meliputi : Definisi Radio, Definisi manajemen, Makna Regulasi, Hakikat Kepenyiaran Radio.
C)    Bab ke III, yaitu meliputi Inti Proposal, Meliputi : Sejarah Singkat Radio MBS FM 107.8, Sejarah Singkat Radio RGM One FM 107.7 FM, Struktur Kepengurusan dan Organisasi Radio MBS FM 107.8, Struktur Kepengurusan Radio RGM One FM 107.7 FM, serta kekurangan dan kelebihan dilihat dari struktur manajemen kepenyiaran
D)    Bab Ke IV, yaitu  meliputi : Kesimpulan, Kritik dan Saran, serta Penutup. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar