I.
KERANGKA
TEORI
a. Definisi dan Fungsi dari Radio
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman
sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang
elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga
merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak
memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara)
Pengertian “Radio” menurut ensiklopedi Indonesia
yaitu: penyampaian informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas
yang memiliki frequensi kurang dari 300 GHz (panjang gelombang lebih besar dari
1 mm). Sedangkan istilah “radio siaran” atau “siaran radio” berasal dari kata
“radio broadcast” (Inggris) atau “radio omroep” (Belanda) artinya yaitu
penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah
dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media. Menurut Peraturan Pemerintah
No : 55 tahun 1977, Radio Siaran adalah pemancar radio yang langsung ditujukan
kepada umum dalam bentuk suara dan mempergunakan gelombang radio sebagai media.
Sedangkan menurut Versi Undang-undang Penyiaran no
32/2002 : kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau
sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk
dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima
siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Menurut definisi
tersebut, terdapat lima
syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Kelima
syarat tersebut adalah :
1. Spektrum frekuensi radio
2. Sarana pemancaran/transmisi
3. Adanya siaran (program atau acara)
4. Adanya perangkat penerima siaran (receiver)
5. Dapat diterima secara serentak/bersamaan
b. Karakteristik Radio
1. Publisitas.
Artinya disebarluaskan kepada public, khalayak, atau orang banyak. Siapa saja
bisa mendengar radio, tidak ada batasan tentang siapa yang boleh dan tidak
boleh mendengar radio.
2. Universalitas.
Pesannya bersifat umum, tentang
segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut
kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya adalah orang banyak.
3. Periodisitas.
Artinya siaran radio bersifat tetap atau berkala, misalnya harian, atau
mingguan. Misalnya, 19 jam sehari, mulai pukul 05.00 sampai pukul 24.00.
4. Kontinuitas.
Artinya siaran radio berrkesinambungan atau terus menerus sesuai dengan periode
mengudara atau jadwal mengudara.
5. Aktualitas.
Artinya siaran radio berisi hal-hal yang terbaru, seperti informasi atau
laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti
adanya kecepatan penyampaian informasi kepada public.
Dibandingkan
dengan media massa
lainnya, radio memiliki karakteristiks sebagai berikut:
a.
Imajinatif.
Karena
hanya alat indera pendengaran yang digunakan oleh khalayak dan pesannya pun
selintas, maka pesan radio dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi.
Dengan perkataan lain, pendengar radio bersifat imajinatif. Dengan perkataan
lain, radio bersifat theatre of mind,
artinya radio mampu menciptakan gambar (makes
picture) dalam pikiran pendengar melalui kekuasaan kata dan suara.
b.
Auditori.
Sifat ini muncul sebagai konsekuensi dari sifat radio yang hanya bisa didengar.
Karena manusia mempunyai kemampuan mendengar yang terbatas, maka pesan
komunikasi melalui radio diterima selintas. Pendengar tidak akan dapat
mendengar kembali (rehearing)
informasi yang tidak jelas diterimanya, karena ia tidak bisa meminta kepada
komunikator/penyiar untuk mengulang informasi yang hilang, kecuali ia
merekamnya. Dengan perkataan lain, pesan radio harus disusun secara singkat dan
jelas. (concise and clear).
c.
Akrab/Intim.
Sebagaimana kita lakukan sehari-hari, kita jarang mendengar acara siaran radio
secara khusus. Pada umumnya kita mendengar radio sambil melakukan kegiatan atau
melaksanakan pekerjaan lainnya.
d.
Identik
dengan Musik. Radio adalah sarana hiburan termurah
dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan music.
e.
Mengandung
Gangguan. Seperti timbul tenggelam/fading dan gangguan teknis (channel
noise factor).
c. Kelebihan dan kekurangan Radio
Keunggulan Radio :
1)
Cepat dan langsung. Radio adalah sarana
tercepat, bahkan lebih cepat dari surat
kabar atau dan televise, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa
lewat proses yang kompleks dan butuh waktu yang lama, seperti TV dan media
cetak. Hanya melalui telepon, seorang reporter radio dapat dengan langsung dan
cepat melaporkan berita dan peristiwa yang terjadi di lapangan.
2)
Akrab. Radio adalah alat yang
“mendekatkan” atau mengakrabkan pendengar/khalayak dengan penyiar atau bahkan
dengan pemiliknya. Orang jarang mendengarkan siaran radio secara berkelompok,
akan tetapi justru orang seringkali mendengarkan radio secara sendirian seperti
di dalam mobil, di kamar tidur, di dapur, dan sebagainya.
3)
Hangat. Perpaduan antara kata-kata,
music, dan efek suara dalam radio mampu mempengaruhi emosi pendengar. Pendengar
akan bereaksi atas kehangatan suara penyiar dan seringkali pendengar berpikir
bahwa penyiar adalah sebagai teman bagi mereka.
4)
Tanpa Batas. Siaran radio mampu menembus
batas-batas geografis dan kultural serta kelas social. Bahkan hanya orang
“tunarungu” yang tidak mampu menikmati sebuah siaran radio.
5)
Murah : Harga sebuah radio sekaligus
mendengarkan siarannya relative jauh lebih murah dibandingkan dengan harga
sebuah televise atau berlangganan media cetak. Bahkan pendengar siaran radiio
pun tidak dipungut iuran sepeserpun.
6)
Fleksibel. Siaran radio bisa dinikmati
sambil mengerjakan hal lain atau tanpa mengganggu aktivitas lain, seperti
belajar, memasak, mengemudi, membaca surat
kabar, dan sebagainya.
Kelemahan
Radio :
1) Selintas
: Siaran radio cepat hilang dan mudah dilupakan. Pendengar tidak bisa mengulang
apa yang didengarnya, tidak seperti pembaca surat kabar yang bisa mengulang bacaannya
dari awal tulisan.
2) Batasan
Waktu : Waktu siaran radio relative terbatas, hanya 24 jam sehari, berbeda
dengan Koran yang bisa menambah jumlah halaman dengan bebas. Artinya waktu yang
24 jam sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau lebih.
3) Beralur Linier : Program disajikan dan
didengar oleh khalayak berdasarkan urutan yang sudah ada (rundown).
d. Sejarah Radio
Sejarah ditemukannya radio dimulai
di Inggris dan Amerika Serikat. Donald McNicoll dalam bukunya Radio’s Conguest of Space menyatakan
bahwa terkalahkannya ruang angkasa oleh radio dimulai tahun 1802 oleh Dane,
yaitu dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan menggunakan
alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemuan berikutnya adalah oleh
3 orang cendekiawan muda di antaranya James Maxwell berkebangsaan Inggris pada
tahun 1865. Ia dijuluki scientific father
of wireless, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan
gelombang elektromagnetik, yakni gelombang yang digunakan radio dan televise.
Radio yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa (broadcasting)
mula-mula diperkenalkan oleh David
Sarnoff pada tahun 1915. Kemudian Le De Forrest melalui eksperimen siaran
radionya telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat tahun
1916, sehingga ia dikenal sebagai pelopor radio siaran.
e. Pengetian Manajemen Radio
Manajemen radio
juga pada umumnya dikenal juga sebagai manajemen musik, berkaitan dengan siaran
musik di radio. Manajemen memiliki peranan yang sangat penting dan vital.
Manajemen radio atau manajeme siaran musik terdiri dari 2 macam yaitu,
Manajemen Siaran On-Air dan Manajemen Siaran Off-Air. Segala sesuatu yang
mengatur perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut penyiaran didalam
studio dinamakan manajemen siaran On-Air, sedangkan pengelolaan kegiatan
stasiun radio yang berhubungan langsung dengan khalayak pendengar, dilaksanakan
diluar studio disebut manajemen siaran Off-Air.
Manajemen
siaran musik stasiun radio pada dasarnya dibuat agar eksistensi radio tersebut
tetap terjaga dan melekat di hati para pendengar. Dalam manajemen siaran musik
stasiun siaran radio terdapat beberapa divisi yang mendukung penyiaran tersebut
yang meliputi marketing, program director, Music director, produksi, siaran dan
monitoring.
f. Jenis-jenis Penyiaran
1) Penyiaran Swasta
Lembaga penyiaran swasta adalah
lembaga penyiaran yang menjalankan usaha penyiaran berdasarkan prinsip-prinsip
komersial. Lembaga ini menjual usaha berupa waktu tayang (air time), iklan, dan usaha lain yang sah terkait dengan
penyelenggaraan penyiaran. Di Indonesia untuk menjalankan usaha penyiaran
terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Negara setelah memperoleh
persetujuan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
2) Penyiaran Publik
Lembaga penyiaran public adalah
lembaga penyiaran yang tidak bersifat komersial / independent /netral dan
berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan public. Sumber pendanaan
penyiaran public berasal dari Negara, iuran, iklan dan donator yang tidak
mengikat.
Menurut
Efendi Gazali, terdapat lima
ciri penyiaran public sebagai berikut :
a)
Akses Public, akses public disini
dimaksudkan tidak hanya coverage area,
tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran public mau mengangkat isu-isu local
dan memproduksi program-program local dan tokoh-tokoh local.
b)
Dana Publik, perlu diingat bahwa lembaga
penyiaran public tidak hanya mengandalkan keuangannya dari anggaran Negara,
tetapi juga dari iuran dan donator.
c)
Akuntabilitas Publik, karena dana
utamanya dari public, maka terdapat kewajiban bagi penyiaran public untuk
membuat akuntabilitas penyiarannya.
d)
Keterlibatan Publik: Artinya adanya
keterlibatan menjadi penonton atau menjadi kelompok yang rela membantu
menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk kelangsungan penyiaran public.
e)
Kepentingan Publik, kepentingan public
lebih diutamakan daripada kepentingan iklan. Misalnya, ada satu acara yang
sangat baik dan bermanfaat bagi public, namun ratingnya rendah, maka ia akan
tetap diproduksi dan tetap dipertahankan penayangannya.
Hakikat penyiaran public adalah
diakuinya supervise dan evaluasi public pada level yang signifikan. Bagi
penyiaran public, iklan bukanlah sesuatu yang “haram”. Tergantung bagaimana
public ikut menentukan berapa pembatasan penayangan iklan perjamnya, dan iklan
mana yang pas bagi penyiaran public.
3) Lembaga Penyiaran Komunitas
Sama seperti penyiaran public,
penyiaran komunitas tergolong wacana baru bagi dunia penyiaran di Indonesia.
Penyiaran komunitas adalah suatu lembaga yang didirikan oleh komunitas tertentu
yang menjalankan aktivitas penyiaran secara independen / netral, daya pemancar
rendah, jangkauan wilayah terbatas, tidak komersial, dan melayani kepentingan
komunitas.
Karena khusus melayani komunitas,
maka lembaga penyiaran komunitas boleh menggunakan bahasa daerah sesuai dengan
komunitas yang dilayaninya. Di Indonesia mendirikan penyiaran komunitas
persyaratannya sangat ketat. Antara lain dilarang menjadi media partisan, tidak
terkait dengan organisasi atau lembaga asing dan bukan anggota komunitas
internasional, tidak terkait organisasi terlarang, tidak untuk kepentingan
propraganda.
4) Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga
penyiaran berlangganan adalah bentuk penyiaran yang memancarkan luaskan atau
menyalurkan materinya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televise,
multimedia, atau media informasi lainnya.
II.
METODE PENELITIAN
A)
Metode
Penelitian Kualitatif
1.
Pengertian
Metode Penelitian Kualitatif
Metode
penelitian kualitatif ini sering disebut “metode penelitian naturalistic”
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga metode etnografi karena pada
awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi
budaya, dan disebut juga “metode kualitatif” karena data yang dikumpulkan dan
dianalisis lebih bersifat kualitatif. Dari uraian tersebut, Sugiyono (2007: 1)
menerangkan bahwa metode penelitian adalah metode ilmiah yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen).
Di dalam metode penelitian, peneliti berfungsi sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (teknik gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
daripada generalisasi.
Sementara
menurut Kirk dan Miller (1986), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Sedangkan David Williams (1995) menuliskan bahwa penelitian kualitatif adalah
pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah dan
dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Dalam komentar
Moleong (2006: 5), pengertian tersebut menggambarkan bahwa penelitian
kualitatif mengutamakan latar alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai
perhatian alamiah.
Dari
uraian di atas dapat kita pahami bahwa metode penelitian kualitatif adalah
metode (jalan) penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau
meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi di dalamnya dan
tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil
penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran
kuantitas, namun makna (segi kualitas) dari fenomena yang diamati.
2.
Konsep
Dasar Metode Penelitian Kualitatif
Perlu
Anda ketahui bahwa paradigm yang menjadi “kiblat” atau akar tradisi penelitian
kualititf pada hakikatnya menganggap bahwa fenomena social (secara mendasar)
sangat berbeda dengan fenomena alami yang menjadi focus perhatian ilmu-ilmu
kealaman karena fenomena social yang melibatkan manusia sebagai perilaku
praktis atau aktivitas social senantiasa sarat dengan dunia makna yang melekat
pada subjek (manusia) pelakunya. Ia senantiasa melibatkan interpretasi,
kesadaran, dan makna subjektif di tingkat individu sang manusia pelaku suatu
tindakan social.
Selain
itu, suatu kekeliruan juga jika mengambil ahli tradisi metode ini yang
positivistic dalam mengkaji fenomena social. Dalam pandangan ini, untuk
memahami suatu fenomena social, haruslah dari hasil membaca bagaimana sang pelaku
memahami dunianya. Atau, harus merupakan upaya understanding of understanding (Sanafiah Faisal dalam Bungin (ed),
2005:13-14).
Sekalipun
penelitian kualitatif dapat dikatakan bernaung di bawah kutub paradigm yang
sama sebagaimana disebutkan tadi, tradisinya beragam. Keberagaman yang dimaksud
antara lain disebabkan perbedaan aliran teori yang dianut. Itu bisa dimengerti
karena masing-masing aliran teori juga condong mengucurkan corak permasalahan (research question) tersendiri yang
diambil secara relevan dengan kandungan perspektif teoritis aliran
bersangkutan. Itu tidak terlepas dari perbedaan asumsi masing-masing aliran
teori, terutama tentang realitas social dan akibat manusia. Akibatnya,
masing-masing teori juga menurut suatu strategi penelitian yang tersendiri. Hal
tersebut mengisyaratkan keragaman aliran teori yang melandasi penelitian
kualitatif juga membawa implikasi pada keragaman strategi dan tradisi
penelitian kualitatif.
B)
Fenomenologi
Menurut
Husserl, fenomenologi adalah pengalaman subjektif atau pengalaman
fenomenological, atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari
seseorang (Moleong, 2006: 4). Fenomenologi adalah pandangan berpikir yang
menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan
interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti fenomenologi
ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain Moleong, 2006: 15).
Fenomenologi
menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubungan dengan pertanyaan, seperti
bagaimana pembagian antara subjek (ego) dan objek (dunia) muncul dan bagaimana
sesuatu hal di dunia ini diklasifikasikan. Para
fenomenolog juga berasumsi bahwa kesadaran bukan dibentuk karena kebetulan dan
dibentuk oleh sesuatu hal lainnya selain dirinya sendiri. Peneliti dalam pandangan
ini berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang
yang berada dalam situasi tertentu. Ada
tiga filsuf yang memengaruhi pandangan fenomenologi, yaitu Edmund Husserl,
Alfred Schultz, dan Webber. (Moleong, 2006: 17-18).
C)
Interaksi
Simbolik
Pendekatan
ini berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang,
situasi, dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri. Sebaliknya,
pengertian itu diberikan untuk mereka. Sebagai contoh : seorang teknolog pendidikan
mungkin menentukan proyektor 16 mm sebagai alat yang akan digunakan oleh guru
untuk memperlihatkan film-film yang relevan dengan tujuan pendidikan; sedangkan
seorang guru barangkali menata penelitian kualitatif penggunaan proyektor
tersebut sebagai alat untuk siswa apabila ia kehabisan bahan pelajaran sewaktu
mengajar atau apabila ia sudah letih. (Molenong, 2006: 19).
Menurut
pandangan interaksi simbolik, untuk bisa memahami perilaku, peneliti harus
memahami definisi dan proses pendefinisian. Manusia tidak dapat bertindak atas
dasar respons yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mempradefinisikan
objek, namun lebih sebagai penafsiran dan pendefinisian hewan simbolik yang
perilakunya hanya dapat dipahami dengan jalan peneliti memasuki proses definisi
melalui teknik seperti pengamatan- berperan serta. Melalui interaksilah,
seseorang membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu sering
mengembangkan definisi bersama karena mereka secara teratur berhubungan dan
mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar belakang, tetapi kesepakatan
tidak merupakan keharusan. Di pihak lain, sebagian memegang definisi bersama
untuk menunjuk pada kebenaran, suatu pengertian yang senantiasa dapat
disepakati.
Interaksi
simbolik menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam sifat-sifat
pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status social ekonomi,
kewajiban-peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat, atau
lingkungan fisik lainnya. Faktor-faktor tersebut sebagian adalah bentuk yang
digunakan para ilmuwan social dalam usahanya untuk memahami dan menjelaskan
perilaku. Sementara, bagian lainnya yang penting dari teori interaksi simbolik
adalah bentuk tentang harga diri. Diri, dalam hal ini, tidak dilihat sebagai
yang berada dalam individu, seperti “aku” atau kebutuhan yang teratur,
motivasi, dan norma serta nilai dari dalam. Diri adalah definisi yang
diciptakan orang (melalui interaksi dengan lainnya) di tempat ia berada. Cara
konseptualisasi diri ini telah mengarahkan pada penelitian tentang self-fullfilling prophecy dan
menyediakan latar belakang tentang apa yang dinamakan labeling approach terhadap perilaku yang menunjang (Moleong, 2006:
22).
D)
Etnometodologi
Etnometodologi
adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya
sehari-hari dan metodenya untuk mencapai kehidupan sehari-hari (Moleong, 2006:
24). Dengan kata lain, etnometodologi bukan merupakan metode yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data, namun merujuk pada mata pelajaran yang akan
diteliti. Subjek etnometodologi bukan merupakan anggota suku-suku terasing,
namun orang-orang dalam pelbagai macam situasi pada masyarakat kita.
Peneliti
menggunakan istilah-istilah pengertian secara common sense, kehidupan sehari-hari, dan memperhitungkan. Menurut
para etnometodolog, penelitian bukan merupakan usaha ilmiah yang unik,
melainkan lebih merupakan penyelesaian praktis. Mereka menyarankan agar kita
melihat secara hati-hati pada pengertian akal sehat tempat pengumpulan data itu
dilakukan. Mereka mendorong peneliti lebih peka terhadap kebutuhan tertentu
menurut mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat, pandangan
mereka sendiri, daripada mempertimbangkannya (Moleong, 2006: 25).
E)
Analisis
Framing
Analisis Framing atau Analisis bingkai (frame analysis) berusaha untuk
menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar
belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam
mempelajarai media,analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek
struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous,
2004:–). Analisis bingkaimerupakan
dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. (King,
2004:–). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk
membongkar ideologi di balaik penulisan informasi.
Beberapa
model analisa bingkai telah dikembagkan:
1.
Model Zhongdang Pan dan Gerald M. kosicki
Model ini membagi struktur analisis menjadi
empat bagian:
a. Sintaksis adalah cara wartwan menyususn berita.
Struktur sintaksis memiliki perangkat:
1. Headline merupakan berita yang dijadikan
topik utama oleh media
2. Lead (teras berita) merupakan paragraf
pembuka dari sebuah berita yang biasanya mengandung kepentingan lebih tinggi.
Struktur ini sangat tergantung pada ideologi penulis terhadap peristiwa.
3. Latar informasi
4. Kutipan
5. Sumber
6. Pernyataan
7. Pentup
b. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta.
Struktur skrip memfokuskan perangkat framing
pada kelengkapan berita:
1. What (apa)
2. When (kapan)
3. Who (siapa)
4. Where (di mana)
5. Why (mengapa)
6. How (bagaimana)
c. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta.
Struktur tematik mempunyai perangkat framing:
1. Detail
2. Maksud dan hubungan kalimat
3. Nominalisasi antar kalimat
4. Koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti
Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi
d. Retoris adalah cara wartawan menekankan
fakta.
Struktur retoris mempunyai perangkat framing:
1. Leksikon/pilihan kata
Perangkat ini merupakan penekanan terhadap
sesuatu yang penting.
2. Grafis
3. Metafor
4. Pengandaian
Unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan grafis
2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani
Model ini membagi struktur analisis menjadi tiga
bagian:
a. Media package merupakan asumsi bahwa berita
memiliki konstruksi makna tertentu.
b. Core frame merupakan gagasan sentral.
b. Core frame merupakan gagasan sentral.
c. Condnsing symbol merupakan hasil pencermatan
terhadap perangkat simbolik (framing device/perangkat framing dan reasoning
device/perangkat penalaran).
Perangkat framing terbagi m enjadi lima bagian:
a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian
b. Catcphrase adalah perangkat berupa
jargon-jargon atau slogan.
c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan
perspektif.
d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli
sesuatu.
e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk
gambar, grafis dan sebagainya.
Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:
a. Root merupakan analisis kausal atau sebab
akibat.
b. Appeals to principle merupakan premis dasar,
klaim-klaim moral.
c. Consequence merupakan efek atau
konsekuensi.
Model Proses Framing
Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.
A. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)
Studi-studi ini mencakup tentang dampak
faktor-faktor seperti pengendalian diri terhadap organisasi, nila-nilai
profesional dari wartawan, atau harapan terhadap audien terhadap bentuk dan isi
berita. Meskipun demikian, studi tersebut belum mampu menjawab bagaimanakah
media dibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dari proses ini. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah proses yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap
kreasi atau perubahan analisa dan penulisan yang diterapkan oleh wartawan.
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor
struktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhi sistem media, atau
karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu mempengaruhi penulisan
sebuah berita terhadap peristiwa.
Gans, Shoemaker, dan Reeses menyaranan minimal
harus ada tiga sumber-sumber pengaruh yang potensial. Pengaruh pertama adalah
pengaruh wartawan. Wartawan akan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk
membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. Bentuk analisa wartawan
dalam menulis sebuah fenomena sangat dipengaruhi oleh varibel-variabel, seperti
ideologi, perilaku, norma-norma profesional, dan akhirnya lebih mencirikan
jalan wartawan dalam mengulas berita.
Faktor kedua yang mempengaruhi penulisan berita
adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita
sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai
“rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber
eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.
B. Frame setting (Pengkondisian Framing)
Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam
framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para
ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang
sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian
agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang
menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang
menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting
adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi
atribut yang penting.
Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116)
menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhi opini dengan penekanan
nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan
isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan analisa
baru.
C. Individual-Level Effect of Farming (Tingkat Efek Framing terhadap Individu)
Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang
akan membentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif
lainnya telah dilakukan dengan manggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan kata
lain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalam kebanyakan kasus,
proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan.
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.
D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.
D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)
Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang
sama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor. Wartawan akan lebih
cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat
berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga ada timbal
balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak serta merta dianggap paling benar
dan tidak terdapat kelemahan.
Questioning Answers or Answering Questioning (Menjawab
Pertanyaan atau Mempertanyakan Jawaban)?
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depan harus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masa lalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekurangan yang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depan harus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masa lalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekurangan yang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.
III.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Dalam
penulisan proposal ini terdapat Sistematika Penulisan agar mempermudah untuk
melakukan penelitian maupun dalam mengerjakan skripsi, diantaranya :
A) Bab
ke III, yaitu Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Literature, Sistematika Penulisan, dan
Metode Penelitian.
B) Bab
ke II, yaitu Kerangka Teori, Meliputi : Definisi Radio, Definisi manajemen,
Makna Regulasi, Hakikat Kepenyiaran Radio.
C) Bab
ke III, yaitu meliputi Inti Proposal, Meliputi : Sejarah Singkat Radio MBS FM
107.8, Sejarah Singkat Radio RGM One FM 107.7 FM, Struktur Kepengurusan dan
Organisasi Radio MBS FM 107.8, Struktur Kepengurusan Radio RGM One FM 107.7 FM,
serta kekurangan dan kelebihan dilihat dari struktur manajemen kepenyiaran
D) Bab
Ke IV, yaitu meliputi : Kesimpulan,
Kritik dan Saran, serta Penutup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar